Selasa, 02 Mei 2017

TEORI BELAJAR NEUROSAINS



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Neurosains
Secara etimologi, neurosains adalah ilmu neural (neural science) yang mempelajari sistem saraf, terutama mempelajari neuron atau sel syaraf dengan pendekata multisipliner (Pasiak, 2012: 132). Sementara itu, secara terminologi, neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi saintifik terhadap sistem saraf. Atas dasar ini, neurosains juga disebut ilmu yang mempelajari otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf belakang (Suyadi, 2014: 7).
Teori belajar neuroscience adalah teori belajar yang menekankan pada kinerja otak yaitu tentang bagaimana keseluruhan proses berfikir, proses berfikir juga mencakup hal yang luas dari proses berpikir tersebut menghasilkan pengetahuan, sikap, dan prilaku atau tindakan. Teori ini mempelajari mengenai otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf.
Tugas dari neural (neural science) adalah menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak. Bagaimana bisa-bisanya otak yang tersusun dari jutaan sel-sel saraf individual bisa menghasilkan perilaku dan bagaimana sel-sel ini juga terpengaruh oleh kondisi lingkungan.
Neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi sainstifik dari sistem saraf. Komunitas atau perkumpulan Neurosains sudah sejak lama sekali. Beberapa hal yang dipelajari meliputi struktur, fungsi, sejarah evolusi, pengembangan, genetika, biokimia, fisiologi, farmakologi, informatika, komputasi neurosains dan patologi dari sistem syaraf.
Saat ini neurosains sudah melibatkan beberapa eksperimental sainstifik sistematik dan investigasi teoritis atas sistem syaraf pusat dan parifel dari organisme biologik. Pada dasarnya, neurosains merupakan cabang ilmu biologi yang kemudian berkembang pesat bahkan melalui ekspansi ke berbagai disiplin ilmu lain, seperti psikologi (neurosains kognitif dan neurosains psikologi), biokimia, fisiologi, farmakologi, informatika, ilmu komputer, statistika, fisika dan kedokteran (Suyadi, 2014:7)
Secara umum, neurosains menakup semua bilang ilmu sainstifik yang terkait dengan sistem syaraf. Psikologi, sebagai studi sainstifik proses mental, dapat dianggap sebagai sub bidang neurosains, walaupun beberapa teori pikiran/tubuh tidak setuju dengan hal ini. Menurut mereka, psikologi adalah studi proses-proses mental yang dapat dimodelkan dengan berbagai macam prinsip dan teori abstrak, seperti perilaku dan kognitif tradisional, dan itu tidak terhubung dengan proses-proses syaraf. Istilah neurobiologi kadang dipakau sebagai ganti-nya sistem syaraf.
Neurolog dan Psikiater merupakan bidang khusus kedokteran yang secara spesifik mempelajari penyakit pada sistem syaraf. Istilah ini merujuk pada disiplin klinik yang menyangkut diagnosa dan perawatan dari penyakit. Neurologi berkaitan dengan penyakit sistem syaraf pusat dan perifal seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) dan Stroke, sedangkan Psikiater fokus pada penyakit mental.
Neurosains kognitif adalah sebuah bidang akademis yang mempelajari secara ilmiah substrat biologis dibalik kognisi (Gazzaniga et al, 2002), dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari proses mental. Ia membahas pertanyaan bagaimana fungsi psikologis/kognitif dihasilkan oleh otak. Neurosains kognitif adalah cabang psikologi maupun neurosains, bertindihan dengan disiplin seperti psikologi fisiologis, psikologi kognitif dan neuropsikologi (Gazzaniga et al, 2002 : xv). Neurosains kognitif bertopang pada teori-teori dalam sains kognitif diselaraskan dengan bukti dari neuropsikologi dan pemodelan komputasional. Karena sifatnya yang multidisiplin, para ilmuan neurosains kognitif dapat memiliki bermacam latar belakang. Selain disiplin yang berkaitan di atas, ilmuan neurosains kognitif dapat berasal dari latar belakang neurobiologi, rekayasa biologi, psikiatri, neurologi, fisika, sains komputer, linguistik, filsafat dan matematika.
Pusat neurosains kognitif merupakan pandangan kalau fungsi kognitif tertentu berkaitan dengan daerah tertentu diotak. Pandangan ini muncul dari beragam teori. Gerakan frenologis gagal memasok landasan ilmiah untuk teori mereka dan telah ditolak. Walau begitu, asumsi utama frenologis kalau daerah tertentu masih berlaku, waktu pengukuran tengkorak masa kini dilakukan secara elektrofisiolog, dan apa yang diukur lebih berhubungan dengan otak daripada penampakan tengkorak luar.
Akar pertama neurosains kognitif berada pada frenologi, yang merupakan pendekatan pseudoilmiah yang mengklaim kalau perilaku dapat ditentukan oleh bentuk tulang. Pada awal abad ke-19, Franz Joseph Gall dan J.G Spurzheim percaya kalau otak manusia terlokalisasi dalam sekitar 35 bagian. Dalam bukunya, Gall mengklaim bahwa tojolan besar disalah satu bagian ini berarti daerah otak tersebut lebih sering digunakan oleh orang tersebut. Teori ini mendapat perhatatian publik, membawa pada publikasi jurnal frenologi dan menciptakan frenometer, yang mengukur tonjolan di kepala subjek manusia.
Piere Floures, seorang psikolgi ekperimental, adalah satu dari beberapa ilmuan yang menantang frenologis ini. Melalui studi pada kelinci dan merpati hidup, ia menemukan kalau lesi pada daerah tetentu diotak tidak merubah perilaku secara signifikan. Ia mengajukan teori kalau otak adalah sebuah medan agregat, yang berarti bahwa berbagai daerah diotak ikut serta dalam membentuk perilaku.
Studi yang dilakukan di Eropa oleh para ilmuan seperti Jhon Hughilings Jackson menyebabkan pandangan lokalisasionis mencul kembali pandangan pertama perilaku. Jackson mempelajari para pasien dengan kerusakan otak, khususnya epilepsi. Ia menemukan kalau pasien epileptik sering membuat gerakan otot klonik dan tonik yang sama pada saat kejang, membawa Jackson untuk percaya kalau itu pasti terjadi di lokasi yang sama pada setiap saat.
Tahun 1861, neurolog perancis Paul Borca menemukan orang yang mampu memahami bahasa namun tidak dapat berbicara. Orang ini hanya dapat mengahsilkan suara “tan”. Kemudian ditemukan kalau manusia ini memiliki kerusakan otak di lobus frontal kirinya yang disebut daerah Broca. Carl Wernicke, seorang neurolog jerman, menemukan pasien yang sama, kecuali pasien yang kali ini dapat berbicara dengan bak tapi tidak dapat mengerti. Pasien ini adalah korban dari stroke, dan tidak dapat memahami bahasa lisan maupun tulisan. Pasien ini memiliki lesi didaerah pertemuan lobus temporal dan parietal kiri, yang disebut daerah Wernicke.
Tahun 1870, dua orang ahli fisiologi Jerman, Eduard Hitzig dan Gustav Fritsch menerbitkan penemuan mereka tentang perilaku hewan. Hitzig dan Fritsch mengirim arus listrik lewat korteks serebral seekor anjing, dan menyebabkan anjing tersebut membuat karakteristik berdasarkan lokasi dimana arus tersebut diberikan. Karena berbagai daerah berbeda di otak menghasilkan gerakan yang berbeda, mereka menyimpulkan kalau perilaku tersebut berakar pada level seluler.
Pada awal abad 20, Santiago Ramon y Cajal dan Camillo Golgi mulai mempelajari struktur neuron. Golgi mengembangkan metode penandaan perak yang dapat sepenuhnya menandai beberapa sel daerah tertentu, membawanya pada keyakinan kalau neuron terkait langsung satu sama lain dalam satu sitoplasma. Cajal menantang pandangan ini karena daerah yang ditandai di otak memiliki myelin yang lebih sedikit dan menemukan kalau neuron adalah sel yang diskrit.
Bila kita tinjau ketika manusia dilahirkan manusia dianugrahi dengan otak yang sama, menurut Adi Gunawan (2006) otak terdiri dari sekitar satu triliun sel otak yang masing-masing terdiri dari sekitar seratus milyar sel otak active dan sisanya sekitar Sembilan ratus milyar adalah sel otak pendukung.  Namun mengapa tingkat kecerdasan manusia berbeda-beda itu disebabkan karena perbedaan dalam meningkatkan potensi yang telah dimiliki, kecerdasan manusia tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jumlah sel otak namun lebih kepada berapa banyak koneksi yang bisa terjadi antara masing-masing sel otak. Hal ini sangat penting terutama dalam proses belajar dan pembelajaran karena mampu atau tidaknya seseorang dalam menangkap informasi atau ilmu pengetahuan yang disampaikan ditentukan oleh kesiapan otak untuk menagkap informasi atau ilmu pengetahuan tersebut jika otak tidak siap maka proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi oleh karena itu disini penulis akan sedikit memaparkan tentang bagaimana teori kerja otak atau neurosciense.
1.      Struktur Otak
Seperti yang telah sedikit dikemukakan diatas bahwa otak manusia sangat luar biasa menurut Adi Gunawan (2006) otak memiliki sekitar satu triliun sel yang terdiri dari 100 milyar sel aktif dan 900 sel pendukung, masing-masing sel otak tersebut dapat membuat koneksi, Adi Gunawan (2006) mengungkapkan bahwa dari setiap sel otak kemungkinan dapat membuat koneksi antara 1 sampai 20.000. Koneksi sel otak tersebut hanya dapat terjadi apabila kita menggunakan dan melatih otak. Kemudian sebenanya otak manusia terdiri dari tiga bagian otak yaitu otak reptil, mamalia, dan neo kortex. Otak reptil memiliki peranan sebagai pengatur respon terhadap ancaman ataupun bahaya yang ada, dengan menggunakan pendekatan (Lari atau Lawan). Otak mamalia berfungsi mengatur kebutuhan akan keluarga, rasa memiliki, dan strata sosial otak bagian ini sangat berperan dalam pembelajaran. Dan yang terakhir bagian otak neo kortex bagian ini berkaitan langsung dengan otak mamalia hanya dapat digunakan untuk berfikir dalam keadaan tenang dan bahagia.
2.      Bagaimana Kerja Otak
Dalam teori belajar neuroscience sangat penting untuk kita memahami tentang bagaimana kerja otak kita atau bagaimana otak bekerja tujuanya adalah ketika kita memahami cara kerja otak maka kita dapat memaksimalkan potensi dari otak tersebut. Baiklah yang perlu kita ketahui adalah bahwa otak tidak bekerja sendiri namun otak bekerja dengan prinsip sirkuit atau jalur, maksudnya adalah setiap bagian otak saling membantu atau memberikan daya dan dukunganya mengumpulkan setiap data yang didapat sehingga membentuk satu kesatuan atau seperti menyambungkan sebuah puzzle sehingga tercipta satu kesatuan pengetahuan. Jika sirkuit tersebut tidak tercipta maka itu hanya seperti data yang berhamburan. Untuk membentuk suatu data menjadi sirkuit tersebut diperlukan rangsangan terus melalui mekanisme plastisitas otak yaitu kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Berikut ini prinsip-prinsip dimana sirkuit otak mengikuti prinsip-prinsip tersebut :
a.       Prinsip resiprokal
b.      Hubungan bersifat konvergen atau divergen
c.       Susunan serial atau paralel atau keduanya
d.      Fungsi-fungsi spesifik
3.      Fungsi Belahan Otak Manusia
 Manusia memiliki dua belahan otak yakni otak kiri dan otak kanan dan yang baru-baru ini masih hangat di perbincangkan adalah otak tengah otak tengah berfungsi sebagai pengatur keseimbangan antara kedua belahan otak antara otak kiri dan otak kanan, namun kali ini penulis tidak akan membahas tentang otak tengah melainkan focus kepada otak kiri dan otak kanan karena kedua belahan otak tersebut masing-masing memiliki tanggung jawab dan karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainya, oleh karena itu manusia memiliki kecenderungan hal ini sangat membantu dalam proses belajar atau pembelajaran dengan mengetahui kecenderungan tersebut maka seseorang dapat meningkatkan potensi yang ia miliki. Kecenderungan tersebut bias kepada otak kiri atau kepada otak kananya.
Berikut ini merupakan karakteristk dari masing-masing belahan otak :
Ø  Orang yang Dominan Otak Kirinnya
Orang yang cenderung dominan otak kirinya biasanya memiliki karakteristik pandai dan proses pemikiran logis, namun kurang pandai dalam hubungan sosial. Mereka juga cenderung memiliki telinga kanan lebih tajam, kaki dan tangan kanannya juga lebih tajam daripada tangan dan kaki kirinya. Kemampuan-kemampuan yang dimilikinya bersifat logis, analitis, realitas, factual, prosedural, praktis, danorganisatoris.
Ø  Orang yang Dominan Otak Kananya
Orang yang cenderung dominan otak kananya biasanya memiliki kepribadian orang yang pandai bergaul, namun mengalami kesulitan dalam belajar hal-hal yang teknis. Kemampuan-kemampuan yang dimilikinya bersifat konseptual, humanistis, visionary, emosional, spiritual,danintuitif.
Dari hal-hal diatas teori belajar neuroscience memerhatikan setiap kemampuan yang dimiliki oleh otak, karena otak tidak hanya memiliki gaya belajar tunggal penting untuk guru memahami cara kerja otak dan gaya belajar yang dihasilkan dari proses berpikir otak tersebut, sehingga pengoptimalan fungsi otak dapat tercapai dan menghasilkan SDM yang berkualitas yang dapat berdaya saing, terutama pada era global seperti sekarang ini.

B.       Implikasi Pembelajaran Neurosians
Pendidikan itu sendiri mempunyai jejak dalam neurosains, Jejak pendidikan dalam neurosains dapat diamati dalam upaya optimalisasi fungsi otak untuk mencerdaskan peserta didik. Pengembangan lebih lanjut dari jejak ini adalah ekspansi neurosains di bidang pendidikan yang menghasilkan teori-teori pembelajaran quantum. (Suryadi, 2012). Implikasi neuroscience dalam  pendidikan adalah sebagai berikut :
1.      Optimalisasi kecerdasan
Pendidikan sebaiknya mengembangkan kecerdasan melalui stimulasi otak untuk berpikir. Otak yang cerdas antara lain mampu menciptakan sesuatu yang baru, menemukan alternatif yang tak pernah dipikirkan orang, dan mengatasi masalah dengan elegan. Teknik stimulasi otak ini antara lain melalui pendidikan yang divergen dan eksploratif. Metode pengembangan tersebut telah dikembangkan para ahli. De Bono, misalnya, mengembangkan latihan otak yang disebut Lateral thinking; Bruner mengembangkan High Order Tthinking (HOT); Case, mengembangkan Problem solving; Gardner mengembangkan Multiple Intelligences; dan Goleman mengembangkan Emotional Intlligences.
2.      Keseimbangan fungsi otak kanan dan kiri
Otak kanan dan otak kiri memiliki fungsi yang berbeda. Oleh karena itu pendidikan hendaknya mengembangkan kedua belahan otak itu secara seimbang. Pembelajaran yang bersifat eksploratori dan divergen, lebih dari satu kemungkinan jawaban benar akan mengembangkan kedua belahan otak tersebut.
3.      Keseimbangan otak triune
Pendidikan harus mengembangkan secara seimbang fungsi otak atas, tengah dan bawah (logika, emosi, dan motorik) yang sering disebut juga head, heart, and hands. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
4.      Pengembangan motorik tangan
Keterampilan tangan manusia jauh lebih unggul dibanding binatang manapun. Gerak tangan ini dikoordinasikan oleh otak bagian frontal yang berkembang pesat. Koordinasi tangan ini sifatnya berkebalikan, di mana tangan kiri dikendalikan otak bagian kanan. Oleh karena itu tidak selayaknya kita melarang anak menggunakan tangan kirinya karena hal itu justru sedang mengembangkan otak kanannya.
5.      Pengembangan kemampuan berbahasa
Kemampuan ini dikontrol oleh pusat bahasa, yaitu pada lobus prefrontal. Oleh karena bahasa dan kognisi saling mendukung, maka kemampuan bahasa perlu dikembangkan sejak dini. Alat-alat tulis berbagai warna dan ukuran, tape dan berbagai suara dan lagu untuk anak-anak, buku-buku bacaan bergambar yang menarik, perlu digunakan.
6.      Multiple Intelligences (MI)
Pendidikan harus mempertimbangkan tipe kecerdasan anak tersebut, bakat, dan keinginannya. Guru harus menggunakan berbagai metode, media, dan objek belajar untuk mengembangkan kecerdasan yang beragam.
7.      Belajar sepanjang hayat
Otak dapat digunakan sepanjang hayat, bahkan akan terus berkembang kemampuannya jika digunakan. Sebaliknya, otak akan mereduksi dan cepat pikun jika tidak digunakan untuk berpikir. Oleh karena itu, belajar sepanjang hayat merupakan salah satu cara menjaga agar otak terus berfungsi dengan baik.
Dalam pandangan neuroscience, Otak manusia merupakan karunia Tuhan yang amat luarbiasa, yang memungkinkan manusia dapat berpikir, memiliki perasaan, dan menggunakan bahasa. Oleh karena itu perlu disyukuri dengan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Perkembangan otak dimulai saat bayi dalam kandungan. Berbagai faktor mempengaruhi perkembangan tersebut. Secara umum faktor tersebut ialah faktor genetik dan faktor lingkungan.
C.      Kelebihan dan Kelemahan Neurosains
Teori belajar Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai berikut :
Kelebihan nya
1.      Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.
2.      Memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam proses pembelajaran.
3.      Menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik dihormati dan didukung.
4.      Menghindar terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
5.      Dapat menggunakan berbagai model pembelajaran dalam mengaplikasikan teori ini.

Kekurangan nya
1.      Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui teori kinerja otak.
2.      Memerlukan waktu yang lama untuk memahami bagaimana otak kita bekerja.
3.      Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik bagi otak.
4.      Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajaran teori ini.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Teori belajar neuroscience adalah teori belajar yang menekankan pada kinerja otak yaitu tentang bagaimana keseluruhan proses berfikir, proses berfikir juga mencakup hal yang luas dari proses berpikir tersebut menghasilkan pengetahuan, sikap, dan perilaku atau tindakan. Teori ini mempelajari mengenai otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf. Neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi sainstifik dari sistem saraf. Hal ini sangat penting terutama dalam proses belajar dan pembelajaran karena mampu atau tidaknya seseorang dalam menangkap informasi atau ilmu pengetahuan yang disampaikan ditentukan oleh kesiapan otak untuk menagkap informasi atau ilmu pengetahuan tersebut jika otak tidak siap maka proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi tentang bagaimana teori kerja otak atau neurosciense.
Implikasi neuroscience dalam  pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Optimalisasi kecerdasan
2. Keseimbangan fungsi otak kanan dan kiri
3. Keseimbangan otak triune
4. Pengembangan motorik tangan
5. Pengembangan kemampuan berbahasa
6. Multiple Intelligences (MI)
7. Belajar sepanjang hayat
Teori belajar Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai berikut :
Kelebihan nya
1.      Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.
2.      Memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam proses pembelajaran.
3.      Menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik dihormati dan didukung.
4.      Menghindar terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
5.      Dapat menggunakan berbagai model pembelajaran dalam mengaplikasikan teori ini.

Kekurangan nya
1.      Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui teori kinerja otak.
2.      Memerlukan waktu yang lama untuk memahami bagaimana otak kita bekerja.
3.      Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik bagi otak.
4.      Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajaran teori ini.














Tidak ada komentar:

Posting Komentar