BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Neurosains
Secara
etimologi, neurosains adalah ilmu neural (neural science) yang mempelajari
sistem saraf, terutama mempelajari neuron atau sel syaraf dengan pendekata
multisipliner (Pasiak, 2012: 132). Sementara itu, secara terminologi,
neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi saintifik
terhadap sistem saraf. Atas dasar ini, neurosains juga disebut ilmu yang
mempelajari otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf belakang (Suyadi, 2014: 7).
Teori
belajar neuroscience adalah teori belajar yang menekankan pada kinerja otak
yaitu tentang bagaimana keseluruhan proses berfikir, proses berfikir juga
mencakup hal yang luas dari proses berpikir tersebut menghasilkan pengetahuan,
sikap, dan prilaku atau tindakan. Teori ini mempelajari mengenai otak dan
seluruh fungsi-fungsi syaraf.
Tugas
dari neural (neural science) adalah
menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak.
Bagaimana bisa-bisanya otak yang tersusun dari jutaan sel-sel saraf individual
bisa menghasilkan perilaku dan bagaimana sel-sel ini juga terpengaruh oleh
kondisi lingkungan.
Neurosains
merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi sainstifik dari sistem
saraf. Komunitas atau perkumpulan Neurosains sudah sejak lama sekali. Beberapa
hal yang dipelajari meliputi struktur, fungsi, sejarah evolusi, pengembangan,
genetika, biokimia, fisiologi, farmakologi, informatika, komputasi neurosains
dan patologi dari sistem syaraf.
Saat
ini neurosains sudah melibatkan beberapa eksperimental sainstifik sistematik
dan investigasi teoritis atas sistem syaraf pusat dan parifel dari organisme
biologik. Pada dasarnya, neurosains merupakan cabang ilmu biologi yang kemudian
berkembang pesat bahkan melalui ekspansi ke berbagai disiplin ilmu lain,
seperti psikologi (neurosains kognitif dan neurosains psikologi), biokimia,
fisiologi, farmakologi, informatika, ilmu komputer, statistika, fisika dan
kedokteran (Suyadi, 2014:7)
Secara
umum, neurosains menakup semua bilang ilmu sainstifik yang terkait dengan
sistem syaraf. Psikologi, sebagai studi sainstifik proses mental, dapat
dianggap sebagai sub bidang neurosains, walaupun beberapa teori pikiran/tubuh
tidak setuju dengan hal ini. Menurut mereka, psikologi adalah studi
proses-proses mental yang dapat dimodelkan dengan berbagai macam prinsip dan
teori abstrak, seperti perilaku dan kognitif tradisional, dan itu tidak
terhubung dengan proses-proses syaraf. Istilah neurobiologi kadang dipakau
sebagai ganti-nya sistem syaraf.
Neurolog
dan Psikiater merupakan bidang khusus kedokteran yang secara spesifik
mempelajari penyakit pada sistem syaraf. Istilah ini merujuk pada disiplin
klinik yang menyangkut diagnosa dan perawatan dari penyakit. Neurologi
berkaitan dengan penyakit sistem syaraf pusat dan perifal seperti ALS
(Amyotrophic Lateral Sclerosis) dan Stroke, sedangkan Psikiater fokus pada
penyakit mental.
Neurosains kognitif adalah
sebuah bidang akademis yang mempelajari secara ilmiah substrat biologis dibalik
kognisi (Gazzaniga et al, 2002), dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari
proses mental. Ia membahas pertanyaan bagaimana fungsi psikologis/kognitif
dihasilkan oleh otak. Neurosains kognitif adalah cabang psikologi maupun
neurosains, bertindihan dengan disiplin seperti psikologi fisiologis, psikologi
kognitif dan neuropsikologi (Gazzaniga et al, 2002 : xv). Neurosains kognitif
bertopang pada teori-teori dalam sains kognitif diselaraskan dengan bukti dari
neuropsikologi dan pemodelan komputasional. Karena sifatnya yang
multidisiplin, para ilmuan neurosains kognitif dapat memiliki bermacam latar
belakang. Selain disiplin yang berkaitan di atas, ilmuan neurosains kognitif
dapat berasal dari latar belakang neurobiologi, rekayasa biologi, psikiatri,
neurologi, fisika, sains komputer, linguistik, filsafat dan matematika.
Pusat neurosains kognitif merupakan pandangan kalau fungsi kognitif
tertentu berkaitan dengan daerah tertentu diotak. Pandangan ini muncul dari
beragam teori. Gerakan frenologis gagal memasok landasan ilmiah untuk teori
mereka dan telah ditolak. Walau begitu, asumsi utama frenologis kalau daerah
tertentu masih berlaku, waktu pengukuran tengkorak masa kini dilakukan secara
elektrofisiolog, dan apa yang diukur lebih berhubungan dengan otak daripada
penampakan tengkorak luar.
Akar
pertama neurosains kognitif berada pada frenologi, yang merupakan pendekatan
pseudoilmiah yang mengklaim kalau perilaku dapat ditentukan oleh bentuk tulang.
Pada awal abad ke-19, Franz Joseph Gall dan J.G Spurzheim percaya kalau otak
manusia terlokalisasi dalam sekitar 35 bagian. Dalam bukunya, Gall mengklaim
bahwa tojolan besar disalah satu bagian ini berarti daerah otak tersebut lebih
sering digunakan oleh orang tersebut. Teori ini mendapat perhatatian publik,
membawa pada publikasi jurnal frenologi dan menciptakan frenometer, yang
mengukur tonjolan di kepala subjek manusia.
Piere
Floures, seorang psikolgi ekperimental, adalah satu dari beberapa ilmuan yang
menantang frenologis ini. Melalui studi pada kelinci dan merpati hidup, ia
menemukan kalau lesi pada daerah tetentu diotak tidak merubah perilaku secara
signifikan. Ia mengajukan teori kalau otak adalah sebuah medan agregat, yang
berarti bahwa berbagai daerah diotak ikut serta dalam membentuk perilaku.
Studi
yang dilakukan di Eropa oleh para ilmuan seperti Jhon Hughilings Jackson
menyebabkan pandangan lokalisasionis mencul kembali pandangan pertama perilaku.
Jackson mempelajari para pasien dengan kerusakan otak, khususnya epilepsi. Ia
menemukan kalau pasien epileptik sering membuat gerakan otot klonik dan tonik
yang sama pada saat kejang, membawa Jackson untuk percaya kalau itu pasti
terjadi di lokasi yang sama pada setiap saat.
Tahun
1861, neurolog perancis Paul Borca menemukan orang yang mampu memahami bahasa
namun tidak dapat berbicara. Orang ini hanya dapat mengahsilkan suara “tan”.
Kemudian ditemukan kalau manusia ini memiliki kerusakan otak di lobus frontal
kirinya yang disebut daerah Broca. Carl Wernicke, seorang neurolog jerman,
menemukan pasien yang sama, kecuali pasien yang kali ini dapat berbicara dengan
bak tapi tidak dapat mengerti. Pasien ini adalah korban dari stroke, dan tidak
dapat memahami bahasa lisan maupun tulisan. Pasien ini memiliki lesi didaerah
pertemuan lobus temporal dan parietal kiri, yang disebut daerah Wernicke.
Tahun
1870, dua orang ahli fisiologi Jerman, Eduard Hitzig dan Gustav Fritsch
menerbitkan penemuan mereka tentang perilaku hewan. Hitzig dan Fritsch mengirim
arus listrik lewat korteks serebral seekor anjing, dan menyebabkan anjing
tersebut membuat karakteristik berdasarkan lokasi dimana arus tersebut
diberikan. Karena berbagai daerah berbeda di otak menghasilkan gerakan yang
berbeda, mereka menyimpulkan kalau perilaku tersebut berakar pada level
seluler.
Pada
awal abad 20, Santiago Ramon y Cajal dan Camillo Golgi mulai mempelajari struktur
neuron. Golgi mengembangkan metode penandaan perak yang dapat sepenuhnya
menandai beberapa sel daerah tertentu, membawanya pada keyakinan kalau neuron
terkait langsung satu sama lain dalam satu sitoplasma. Cajal menantang
pandangan ini karena daerah yang ditandai di otak memiliki myelin yang lebih
sedikit dan menemukan kalau neuron adalah sel yang diskrit.
Bila
kita tinjau ketika manusia dilahirkan manusia dianugrahi dengan otak yang sama,
menurut Adi Gunawan (2006) otak terdiri dari sekitar satu triliun sel otak yang
masing-masing terdiri dari sekitar seratus milyar sel otak active dan sisanya
sekitar Sembilan ratus milyar adalah sel otak pendukung. Namun mengapa
tingkat kecerdasan manusia berbeda-beda itu disebabkan karena perbedaan dalam meningkatkan
potensi yang telah dimiliki, kecerdasan manusia tidak hanya ditentukan oleh
banyaknya jumlah sel otak namun lebih kepada berapa banyak koneksi yang bisa
terjadi antara masing-masing sel otak. Hal ini sangat penting terutama dalam
proses belajar dan pembelajaran karena mampu atau tidaknya seseorang dalam
menangkap informasi atau ilmu pengetahuan yang disampaikan ditentukan oleh
kesiapan otak untuk menagkap informasi atau ilmu pengetahuan tersebut jika otak
tidak siap maka proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi oleh karena itu
disini penulis akan sedikit memaparkan tentang bagaimana teori kerja otak atau
neurosciense.
1. Struktur
Otak
Seperti yang telah
sedikit dikemukakan diatas bahwa otak manusia sangat luar biasa menurut Adi
Gunawan (2006) otak memiliki sekitar satu triliun sel yang terdiri dari 100
milyar sel aktif dan 900 sel pendukung, masing-masing sel otak tersebut dapat
membuat koneksi, Adi Gunawan (2006) mengungkapkan bahwa dari setiap sel otak
kemungkinan dapat membuat koneksi antara 1 sampai 20.000. Koneksi sel otak
tersebut hanya dapat terjadi apabila kita menggunakan dan melatih otak.
Kemudian sebenanya otak manusia terdiri dari tiga bagian otak yaitu otak
reptil, mamalia, dan neo kortex. Otak reptil memiliki peranan sebagai pengatur
respon terhadap ancaman ataupun bahaya yang ada, dengan menggunakan pendekatan
(Lari atau Lawan). Otak mamalia berfungsi mengatur kebutuhan akan keluarga,
rasa memiliki, dan strata sosial otak bagian ini sangat berperan dalam
pembelajaran. Dan yang terakhir bagian otak neo kortex bagian ini berkaitan
langsung dengan otak mamalia hanya dapat digunakan untuk berfikir dalam keadaan
tenang dan bahagia.
2. Bagaimana
Kerja Otak
Dalam teori belajar
neuroscience sangat penting untuk kita memahami tentang bagaimana kerja otak
kita atau bagaimana otak bekerja tujuanya adalah ketika kita memahami cara
kerja otak maka kita dapat memaksimalkan potensi dari otak tersebut. Baiklah
yang perlu kita ketahui adalah bahwa otak tidak bekerja sendiri namun otak
bekerja dengan prinsip sirkuit atau jalur, maksudnya adalah setiap bagian otak
saling membantu atau memberikan daya dan dukunganya mengumpulkan setiap data
yang didapat sehingga membentuk satu kesatuan atau seperti menyambungkan sebuah
puzzle sehingga tercipta satu kesatuan pengetahuan. Jika sirkuit tersebut tidak
tercipta maka itu hanya seperti data yang berhamburan. Untuk membentuk suatu
data menjadi sirkuit tersebut diperlukan rangsangan terus melalui mekanisme
plastisitas otak yaitu kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk
adanya interkoneksi baru pada saraf. Berikut ini prinsip-prinsip dimana sirkuit
otak mengikuti prinsip-prinsip tersebut :
a. Prinsip
resiprokal
b. Hubungan
bersifat konvergen atau divergen
c. Susunan
serial atau paralel atau keduanya
d. Fungsi-fungsi
spesifik
3. Fungsi
Belahan Otak Manusia
Manusia memiliki dua belahan otak yakni otak
kiri dan otak kanan dan yang baru-baru ini masih hangat di perbincangkan adalah
otak tengah otak tengah berfungsi sebagai pengatur keseimbangan antara kedua
belahan otak antara otak kiri dan otak kanan, namun kali ini penulis tidak akan
membahas tentang otak tengah melainkan focus kepada otak kiri dan otak kanan
karena kedua belahan otak tersebut masing-masing memiliki tanggung jawab dan
karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainya, oleh karena itu manusia
memiliki kecenderungan hal ini sangat membantu dalam proses belajar atau
pembelajaran dengan mengetahui kecenderungan tersebut maka seseorang dapat
meningkatkan potensi yang ia miliki. Kecenderungan tersebut bias kepada otak kiri
atau kepada otak kananya.
Berikut ini merupakan
karakteristk dari masing-masing belahan otak :
Ø Orang
yang Dominan Otak Kirinnya
Orang yang cenderung
dominan otak kirinya biasanya memiliki karakteristik pandai dan proses
pemikiran logis, namun kurang pandai dalam hubungan sosial. Mereka juga
cenderung memiliki telinga kanan lebih tajam, kaki dan tangan kanannya juga
lebih tajam daripada tangan dan kaki kirinya. Kemampuan-kemampuan yang
dimilikinya bersifat logis, analitis, realitas, factual, prosedural, praktis,
danorganisatoris.
Ø Orang
yang Dominan Otak Kananya
Orang yang cenderung
dominan otak kananya biasanya memiliki kepribadian orang yang pandai bergaul,
namun mengalami kesulitan dalam belajar hal-hal yang teknis.
Kemampuan-kemampuan yang dimilikinya bersifat konseptual, humanistis, visionary,
emosional, spiritual,danintuitif.
Dari
hal-hal diatas teori belajar neuroscience memerhatikan setiap kemampuan yang
dimiliki oleh otak, karena otak tidak hanya memiliki gaya belajar tunggal
penting untuk guru memahami cara kerja otak dan gaya belajar yang dihasilkan
dari proses berpikir otak tersebut, sehingga pengoptimalan fungsi otak dapat
tercapai dan menghasilkan SDM yang berkualitas yang dapat berdaya saing,
terutama pada era global seperti sekarang ini.
B.
Implikasi
Pembelajaran Neurosians
Pendidikan itu sendiri mempunyai jejak dalam neurosains, Jejak pendidikan
dalam neurosains dapat diamati dalam upaya optimalisasi fungsi otak untuk
mencerdaskan peserta didik. Pengembangan lebih lanjut dari jejak ini adalah
ekspansi neurosains di bidang pendidikan yang menghasilkan teori-teori
pembelajaran quantum. (Suryadi, 2012).
Implikasi neuroscience dalam pendidikan
adalah sebagai berikut :
1.
Optimalisasi
kecerdasan
Pendidikan
sebaiknya mengembangkan kecerdasan melalui stimulasi otak untuk berpikir. Otak
yang cerdas antara lain mampu menciptakan sesuatu yang baru, menemukan
alternatif yang tak pernah dipikirkan orang, dan mengatasi masalah dengan
elegan. Teknik stimulasi otak ini antara lain melalui pendidikan yang divergen
dan eksploratif. Metode pengembangan tersebut telah dikembangkan para ahli. De
Bono, misalnya, mengembangkan latihan otak yang disebut Lateral thinking;
Bruner mengembangkan High Order Tthinking (HOT); Case, mengembangkan Problem
solving; Gardner mengembangkan Multiple Intelligences; dan Goleman
mengembangkan Emotional Intlligences.
2.
Keseimbangan
fungsi otak kanan dan kiri
Otak kanan
dan otak kiri memiliki fungsi yang berbeda. Oleh karena itu pendidikan
hendaknya mengembangkan kedua belahan otak itu secara seimbang. Pembelajaran
yang bersifat eksploratori dan divergen, lebih dari satu kemungkinan jawaban
benar akan mengembangkan kedua belahan otak tersebut.
3.
Keseimbangan
otak triune
Pendidikan
harus mengembangkan secara seimbang fungsi otak atas, tengah dan bawah (logika,
emosi, dan motorik) yang sering disebut juga head, heart, and hands. Hal
itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
4.
Pengembangan
motorik tangan
Keterampilan
tangan manusia jauh lebih unggul dibanding binatang manapun. Gerak tangan ini
dikoordinasikan oleh otak bagian frontal yang berkembang pesat. Koordinasi
tangan ini sifatnya berkebalikan, di mana tangan kiri dikendalikan otak bagian
kanan. Oleh karena itu tidak selayaknya kita melarang anak menggunakan tangan
kirinya karena hal itu justru sedang mengembangkan otak kanannya.
5.
Pengembangan
kemampuan berbahasa
Kemampuan
ini dikontrol oleh pusat bahasa, yaitu pada lobus prefrontal. Oleh karena
bahasa dan kognisi saling mendukung, maka kemampuan bahasa perlu dikembangkan
sejak dini. Alat-alat tulis berbagai warna dan ukuran, tape dan berbagai suara
dan lagu untuk anak-anak, buku-buku bacaan bergambar yang menarik, perlu
digunakan.
6.
Multiple
Intelligences (MI)
Pendidikan
harus mempertimbangkan tipe kecerdasan anak tersebut, bakat, dan keinginannya.
Guru harus menggunakan berbagai metode, media, dan objek belajar untuk
mengembangkan kecerdasan yang beragam.
7.
Belajar
sepanjang hayat
Otak dapat
digunakan sepanjang hayat, bahkan akan terus berkembang kemampuannya jika
digunakan. Sebaliknya, otak akan mereduksi dan cepat pikun jika tidak digunakan
untuk berpikir. Oleh karena itu, belajar sepanjang hayat merupakan salah satu
cara menjaga agar otak terus berfungsi dengan baik.
Dalam pandangan neuroscience, Otak manusia
merupakan karunia Tuhan yang amat luarbiasa, yang memungkinkan manusia dapat
berpikir, memiliki perasaan, dan menggunakan bahasa. Oleh karena itu perlu
disyukuri dengan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Perkembangan otak dimulai saat bayi
dalam kandungan. Berbagai faktor mempengaruhi perkembangan tersebut. Secara
umum faktor tersebut ialah faktor genetik dan faktor lingkungan.
C. Kelebihan dan Kelemahan Neurosains
Teori
belajar Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai
berikut :
Kelebihan
nya
1.
Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak
manusia bekerja.
2.
Memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam
proses pembelajaran.
3.
Menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik
dihormati dan didukung.
4.
Menghindar terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
5.
Dapat menggunakan berbagai model pembelajaran dalam
mengaplikasikan teori ini.
Kekurangan nya
1.
Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya
mengetahui teori kinerja otak.
2.
Memerlukan waktu yang lama untuk memahami bagaimana
otak kita bekerja.
3.
Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan
pembelajaran yang baik bagi otak.
4.
Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung
praktek pembelajaran teori ini.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Teori
belajar neuroscience adalah teori belajar yang menekankan pada kinerja otak
yaitu tentang bagaimana keseluruhan proses berfikir, proses berfikir juga
mencakup hal yang luas dari proses berpikir tersebut menghasilkan pengetahuan,
sikap, dan perilaku atau tindakan. Teori ini mempelajari mengenai otak dan
seluruh fungsi-fungsi syaraf. Neurosains merupakan bidang ilmu yang
mengkhususkan pada studi sainstifik dari sistem saraf. Hal ini sangat penting
terutama dalam proses belajar dan pembelajaran karena mampu atau tidaknya
seseorang dalam menangkap informasi atau ilmu pengetahuan yang disampaikan
ditentukan oleh kesiapan otak untuk menagkap informasi atau ilmu pengetahuan
tersebut jika otak tidak siap maka proses pembelajaran tidak akan pernah
terjadi tentang bagaimana teori kerja otak atau neurosciense.
Implikasi neuroscience dalam pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Optimalisasi kecerdasan
2. Keseimbangan fungsi otak kanan dan kiri
3. Keseimbangan otak triune
4. Pengembangan motorik tangan
5. Pengembangan kemampuan berbahasa
6. Multiple Intelligences (MI)
7. Belajar sepanjang hayat
Teori
belajar Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai
berikut :
Kelebihan
nya
1.
Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak
manusia bekerja.
2.
Memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam
proses pembelajaran.
3.
Menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik
dihormati dan didukung.
4.
Menghindar terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
5.
Dapat menggunakan berbagai model pembelajaran dalam
mengaplikasikan teori ini.
Kekurangan nya
1.
Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya
mengetahui teori kinerja otak.
2.
Memerlukan waktu yang lama untuk memahami bagaimana
otak kita bekerja.
3.
Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan
lingkungan pembelajaran yang baik bagi otak.
4.
Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung
praktek pembelajaran teori ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar