Selasa, 02 Mei 2017

MAKALAH JIN DAN SETAN



A.    Pengertian Jin dan Setan
       Jin dalam bahsa arab yakni al- jinnu makna asalnya terhalang nya sesuatu
dari panca indera. Jannatul layli wa ajannabu yakni gelap malam menghalanginya dan menyembunyikan nya. Dinamai jin karena tersembunyi dari pandangan manusia. Allah telah memberitahukan dalam al-quran bahwa dia telah mencipta makhluk yang berjenis lain yang tidak mampu kita lihat dengan mata kita dalam bentuknya yang asli. Sebagaimana kita tidak akan bisa melihat malaikat, tidak mampu melihat sinar ultraviolet dan infra merah, gelombang suara, dan arus listrik yang mengalir di kabel, makhluk inilah yang dinamakan jin. Yang wajib diimani dan orang yang mengingkarinya dianggap kafir adalah berita yang yang disebutkan oleh al-quran, meskipun allah tidak menyebutkan nya secara khusus dan menjadikannya sebagai salah satu dari rukun iman secara gamblang, sebagai mana masalah keimana kepada malaikat.   
Setan-setan itu adalah golongan jin yg kafir, nenek moyangnya bernama iblis. Ada pula suatu pendapat yang mengatakan bahwa iblis itu ada lah golongan malaikat (yg kafir), namun pendapat yang benar yang benar dan valid adalah setan itu dari golongan jin.
Pendapat ini paling tidak mempunnyai tiga argumentasi:
1.      Karena Allah SWT. Menjelaskan hal itu secara gamblang di dalam Al-quran. Allah SWT. Berfirman,
“maka merekapun bersujud kecuali iblis.iblis itu dari golongan jin yg kemudian mendurhakai perintah tuhannya.”(Al-kahfi:50)
2.      Karena iblis itu mendurhakai tuhannya,
“sedangkan para malaikat itu tidak pernah mendurhakai Allah atas apa yang allah perintahkan kepada mereka.” (At-tahrim:6)
3.      Karena Al-quran secara gamlang menyebutkan bahwa ia di ciptakan dari api.
“ iblis menjawab,’Aku lebih baik dari pada dia (Adam). engkau diciptakan aku dari api,sedangkan dia engkau ciptakan dari tanah.” (Al-A’raf:12)
B.     Apa Perbedaan Jin dan Setan
Jin adalah salah satu jenis makhluk Allah Subhanahu wa Ta’ala yang memiliki sifat fisik tertentu, berbeda dengan jenis manusia atau malaikat.
Jin diciptakan dari bahan dasar api, sebagaimana yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan,
 Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar. Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.” (QS. Ar-Rahman: 14 – 15)
Jin memiliki kesamaan dengan manusia dalam dua hal:
a. Jin memiliki akal dan nafsu, sebagaimana manusia juga memiliki akal dan nafsu.
b. Jin mendapatkan beban perintah dan larangan syariat, sebagaimana manusia juga mendapatkan beban perintah dan larangan syariat.
Oleh karena itu, ada jin yang muslim dan ada jin yang kafir. Ada jin yang baik dan ada jin yang jahat. Ada jin yang pintar masalah agama dan ada jin yang bodoh. Bahkan ada jin Ahlussunnah dan ada jin pengikut kelompok sesat, dst. Sedangkan perbedaan jin dengan mansuia yang paling mendasar adalah dari asal penciptaan dan kemampuan bisa kelihatan dan tidak. Makhluk ini dinamakan jin, karena memiliki sifat ijtinan (Arab: اجتنان), yang artinya tersembunyi dan tidak kelihatan. Manusia tidak bisa melihat jin dan jin bisa melihat manusia. Allah berfirman,
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
Sesungguhnya ia (iblis) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu di suatu keadaan yang kamu tidak bisa melihat mereka.” (QS. Al-A’raf: 27)
Setan
Untuk memahami setan, satu prinsip yang harus Anda pegang: Jin itu makhluk dan setan itu sifat. Karena setan itu sifat, maka dia melekat pada makhluk dan bukan berdiri sendiri. Setan adalah sifat untuk menyebut setiap makhluk yang jahat, membangkang, tidak taat, suka membelot, suka maksiat, suka melawan aturan, atau semacamnya.
Dr. Umar Sulaiman Al-Asyqar mengatakan,
الشيطان في لغة العرب يطلق على كل عاد متمرد
“Setan dalam bahasa Arab digunakan untuk menyebut setiap makhluk yang menentang dan membangkang.” (Alamul Jinni was Syayathin, Hal. 16).
Dinamakan setan, dari kata; syutun (Arab: شطون) yang artinya jauh. Karena setan dijauhkan dari rahmat Allah. (Al-Mu’jam Al-Wasith, kata: الشيطان)
Kembali pada keterangan sebelumnya, karena setan itu sifat maka kata ini bisa melekat pada diri manusia dan jin. Sebagaimana penjelasan Allah Subhanahu wa Ta’ala bahwa ada setan dari golongan jin dan manusia. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, setelah menjelaskan sifat-sifat setan,
مِنَ الْجِنَّةِ وَالنَّاسِ
(setan yang membisikkan itu) dari golongan jin dan mausia.” (QS. An-Nas: 6).

C.    Sikap Terhadap Jin dan Setan
Setan merupakan salah satu dari makhluk Allah SWT yang pada dasarnya diciptakan untuk mengabdi kepada Allah SWT sebagaimana manusia diciptakan juga untuk beribadah kepada-Nya. Hal ini karena setan berasal dari golongan jin yang sama-sama diciptakan untuk mengabdi kepada Allah SWT, sebagaimana firman-Nya:
“Tidaklah Aku jadikan jin dan manusia kecuali supaya mengabdi kepada-Ku.” (QS adz-Dzâriyât [51]: 56).
Kita mengenal sejarah godaan setan kepada manusia bermula  interaksi anergis antara Adam-Hawa dengan Iblis. Adam-Hawa berasal dari golongan manusia, sedang Iblis berasal dari golongan jin.
Disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Dan (ingatlah) ketika kami berfirman kepada para malaikat: “sujudlah kamu kepada Adam. Maka sujudlah mereka kecuali iblis. dia adalah dari golongan jin, maka ia mendurhakai perintah Tuhannya. Patutkah kamu mengambil dia dan turanan-turunannya sebagai pemimpin selain Aku, sedang mereka adalah musuhmu? Amat buruklah Iblis itu sebagai pengganti (dari Allah) bagi orang-orang yang zalim.” (QS al-Kahfi [18]: 50).
Di dalam al-Quran, Allah SWT mengemukakan sikap-sikap yang ditunjukkan oleh manusia terhadap setan dan menunjukkan kepada kita bagaimana seharusnya kita bersikap kepadanya agar dapat mewujudkan kehidupan yang baik di dunia ini sehingga membawa kebahagiaan di dunia maupun di akhirat.
1. Setan sebagai Saudara
Dalam bersikap kepada setan, ada manusia yang menjadikannya seperti saudara sehingga ia memiliki sifat-sifat yang sama sebagaimana yang dimiliki oleh setan, satu diantaranya adalah melakukan apa yang disebut dengan tabdzîr dalam penggunaan harta, yakni menggunakan atau membelanjakan harta untuk sesuatu yang tidak dibenarkan oleh Allah dan Rasul-Nya, baik sedikit apalagi banyak. Dalam bahasa kita hal ini diistilahkan dengan pemborosan, karena mengandung kesia-siaan.
Orang yang melakukan hal ini disebut dengan mubazir. Harta yang kita miliki, sebanyak apapun dia sangat banyak yang membutuhkannya baik untuk keluarga sendiri yang memang sangat berhak maupun orang lain seperti orang miskin dan orang yang dalam perjalanan yang memerlukan pertolongan, Allah SWT berfirman:
“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS al-Isrâ’ [17]: 26-27).
2. Setan sebagai Pemimpin dan Pelindung
Dalam kehidupan ini, manusia membutuhkan pemimpin, namun manusia tidak boleh sembarangan memilih pemimpin, karena hal itu bisa mengakibatkan persoalan yang sangat pelik. Namun yang amat disayangkan adalah ada manusia yang menjadikan setan atau orang-orang yang berwatak setan sebagai pemimpin sehingga kepemimpinan itu membawa akibat negatif yang sangat besar, Allah SWT berfirman:
“Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Tuhannya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.” (QS an-Nahl [16]: 99-100).
Kata sulthân (kekuasaan) dalam ayat di atas berasal dari kata as-Sâlith yang maksudnya adalah minyak yang digunakan untuk menyalakan lampu yang menggunakan sumbu. Ini berarti sulthân adalah keterangan atau bukti yang menjelaskan sesuatu dengan terang dan mampu meyakinkan pihak lain, baik benar maupun salah. Setan memang memiliki kemampuan untuk memperdaya manusia, namun yang bisa diperdaya oleh Setan hanyalah orang-orang yang lemah imannya, yang menjadikannya sebagai pemimpin, sama seperti virus sebuah penyakit yang hanya akan menimpa orang-orang yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang kuat.
Penggunaan kata “wali” (pelindung) terhadap setan juga disebutkan dalam firman Allah SWT:
“Allah pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (QS al-Baqarah [2]: 257).
Ini berarti ada manusia yang menjadikan setan sebagai pemimpin dan pelindung. Kata “wali” bermaksud sesuatu yang langsung datang atau berada sesudah sesuatu yang lain, tidak ada perantara di antara keduanya. Ketika Allah SWT atau setan yang dijadikan sebagai wali oleh manusia, itu artinya manusia memiliki hubungan yang sangat dekat sehingga langsung ditolong, dibantu dan dilindungi. Ketika Allah SWT yang dijadikan sebagai wali (pemimpin dan pelindung), maka Allah SWT akan mengeluarkan manusia dari kegelapan dan kesesatan kepada cahaya yang terang, yakni petunjuk hidup yang benar, namun ketika manusia menjadikan setan sebagai wali, maka setan akan mengeluarkan manusia dari jalan hidup yang benar (cahaya) kepada kegelapan atau kesesatan yang banyak.
3. Setan sebagai Kawan
Dalam kehidupan ini, manusia tidak bisa hidup sendirian, ia membutuhkan kawan yang dapat menghibur dikala duka, yang dapat membantu dikala susah dan menemaninya dikala sepi, bahkan memecahkan persoalan saat menghadapi masalah. Karena itu, manusia seharusnya menjadikan orang-orang yang baik dan shaleh sebagai kawan, karenanya Allah SWT berpesan kepada setiap mukmin untuk selalu berkawan kepada orang-orang yang shiddîq (benar), Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar.” (QS at-Taubah [9]: 119).
Karena itu amat disayangkan bila manusia menjadikan setan atau orang-orang yang berwatak setan sebagai kawan dekatnya, akibatnya merebaklah berbagai kejahatan yang disebarluaskan oleh setan, karena setan dan pengikut-pengikutnya hanya akan membuat manusia menempuh jalan hidup yang sesat hingga berujung ke neraka, Allah SWT berfirman:
“Di antara manusia ada orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan dan mengikuti setiap setan yang sangat jahat, yang telah ditetapkan terhadap setan itu, bahwa barangsiapa yang berkawan dengan dia, tentu dia akan menyesatkannya dan membawanya ke azab neraka .” (QS al-Hajj [22]: 4)
4.         Setan sebagai Musuh
Sikap terbaik yang harus ditunjukkan oleh manusia terhadap setan adalah menganggap dan menjadikannya sebagai musuh yang harus diperangi dan diwaspadai setiap saat. Setan harus diperlakukan sebagai musuh karena sepak terjangnya dalam kehidupan kita menjadi kendala besar bagi kita untuk bisa menjadi muslim yang sejati, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah [2]: 208)
Disamping itu, seruan Allah SWT untuk memperlakukan setan sebagai musuh tidak hanya ditujukan kepada orang-orang yang beriman, tapi juga kepada seluruh umat manusia, karena ada kebutuhan-kebutuhan manusia yang harus dipenuhinya dan ia tidak boleh menghalalkan segala cara dalam upaya mencapainya, Hal ini karena, meskipun manusia tidak beriman kepada Allah SWT atau tidak menjadi muslim, dalam upaya memenuhi kebutuhan hidupnya, tetap saja mereka yang tidak beriman kepada Allah-pun tidak membenarkan upaya yang menghalalkan segala cara, Allah SWT berfirman:
“Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu.” (QS al-Baqarah [2]: 168).
Keharusan manusia menjadikan setan sebagai musuh juga karena dalam kehidupan bersama, manusia sangat mendambakan kedamaian hidup, sedangkan setan selalu menanamkan perselisihan, permusuhan ke dalam jiwa manusia hingga akhirnya terjadi peperangan; tidak hanya dengan kata-kata tapi juga perang secara fisik dengan korban harta dan jiwa yang sedemikian banyak serta membawa dampak kejiwaan yang negatif, dan ini sebenarnya tidak dikehendaki oleh manusia, Allah SWT berfirman:
“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku: “Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya setan itu menimbulkan perselisihan diantara mereka. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagi manusia.” (QS al-Isrâ’ [17]: 53).

D.    Kerasukan Jin dan Setan
Manusia terkait dengan fenomena kesurupan jin, terbagi menjadi dua golongan:
1. Mereka yang mempercayainya dan meyakininya. Itulah keyakinan umumnya kaum muslimin.
2. Mereka yang mengingkarinya, dan menganggap itu bukan kesurupan jin. Keyakinan ini menjadi salah stau prinsip aliran liberal, mengikuti pemahaman pendahulunya, sekte Mu’tazilah. Untuk yang kedua ini tidak perlu dilirik, karena mereka lebih mengedepankan akal dan logika sederhana, ketimbang dalil Alquran dan sunah.
Lalu Bagaimana Islam Memandang?
Berikut beberapa catatan yang bisa kita jadikan bahan pertimbangan untuk membuat kesimpulan yang lebih benar:
Pertama, terdapat banyak dalil dari Alquran dan hadis yang menggambarkan keberadaan penyakit kesurupan jin. Diantaranya,
1. Allah berfirman, menceritakan keadaan pemakan riba ketika dibangkitkan,
 Orang-orang yang makan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba…” (QS. Al-Baqarah: 275)
 “Maksud ayat, pemakan riba tidak akan dibangkitkan dari kubur mereka pada hari kiamat kecuali seperti bangkitnya orang yang kesurupan dan kerasukan setan. Karena dia berdiri dengan cara tidak benar. Ibnu Abbas mengatakan, “Pemakan riba, dibangkitkan pada hari kiamat seperti orang gila yang tercekik.” (Tafsir Ibn Katsir, 1:708).
2. Disebutkan dalam hadis dari Abul Aswad as-Sulami, bahwa diantara doa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Al-Munawi menjelaskan,
“…setan merasuki badanku ketika mendekati kematian…”: dengan gangguan yang yang bisa menggelincirkan kaki, merasuki akal dan pemikiran. Terkadang setan menguasai seseorang ketika hendak meninggal dunia, sehingga dia bisa menyesatkannya dan menghalanginya untuk bertaubat… (Faidhul Qadir, 2:148)
Kedua, kesurupan, dengan jin masuk ke tubuh manusia adalah kejadian yang hakiki, kenyataan dan bukan khayalan.
Abdullah bin Imam Ahmad pernah bertanya kepada ayahnya,
 “Sesungguhnya ada beberapa orang yang berpendapat, bahwa jin tidak bisa masuk ke badan manusia.”
Imam Ahmad menjawab,
 “Wahai anakku, mereka dusta. Jin itulah yang berbicara dengan lisan orang yang dirasuki.”


Setelah membawakan keterangan ini, Syaikhul Islam memberi komentar,
 “Apa yang disampaikan Imam Ahmad adalah masalah yang terkenal di masyarakat. Orang yang kerasukan berbicara dengan bahasa yang tidak bisa dipahami maknanya. Terkadang dia dipukul sangat keras, andaikan dipukulkan ke onta, pasti akan menimbulkan sakit. Meskipun demikian, orang yang kesurupan tidak merasakan pukulan dan tidak menyadari ucapan yang dia sampaikan.”
Beliau juga menegaskan, Orang yang menyaksikan kejadian kesurupan, dia akan mendapatkan kesimpulan yang meyakinkan bahwa yang bicara dengan lidah manusia dan yang menggerakkan badannya adalah makhluk lain, selain manusia (Majmu’ al-Fatawa, 24:277).
Ketiga, ulama sepakat, jin bisa merasuki tubuh manusia
Hal ini sebagaimana ditegaskan Syaikhul Islam dalam fatwanya,
 “Tidak ada satupun ulama islamyang mengingkari jin bisa masuk ke badan orang yang kesurupan dan lainnya. Orang yang mengingkari hal ini dan mengklaim bahwa syariat mendustakan anggapan jin bisa masuk ke badan manusia, berarti dia telah berdusta atas nama syariah. Karena tidak ada satupun dalil syariat yang membantah hal itu.” (Majmu’ al-Fatawa, 24:277).
Keempat, sebab terjadinya kesurupan
Syaikhul Islam menjelaskan,
 “Jin yang merasuki manusia bisa saja terjadi karena dorongan syahwat atau hawa nafsu atau karena jatuh cinta. Sebagaimana yang terjadi antara manusia dengan manusia…”
 “Bisa juga terjadi karena kebencian atau kedzaliman (yang dilakukan manusia), misalnya ada orang yang mengganggu jin atau jin mengira ada seseorang yang sengaja mengganggu mereka, baik dengan mengencingi jin atau membuang air panas ke arah jin atau membunuh sebagian jin, meskipun si manusia sendiri tidak mengetahuinya. Namun jin juga bodoh dan dzalim, sehingga dia membalas kesalahan manusia dengan kedzaliman melebihi yang dia terima. Terkadang juga motivasinya hanya sebatas main-main atau mengganggu manusia, sebagaimana yang dilakukan orang jelek di kalangan manusia.” (Majmu’ al-Fatawa, 19:39).





























DAFTAR PUSTAKA

Al-Utsmani, Abdul Wahab, Misteri Jin, Setan dan Manusia, (Mizan Publika : Jakarta, 1985),.
Musthafa Al-Maraghy Ahmad , Terjemah Tafsir Al-Maraghi juz 3, (Toha Putra : Semarang, 1985),.
Shihab, M. Quraish, Yang Tersembunyi, (Lentera Hati : Jakarta, 2000),.

TEORI BELAJAR NEUROSAINS



BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Neurosains
Secara etimologi, neurosains adalah ilmu neural (neural science) yang mempelajari sistem saraf, terutama mempelajari neuron atau sel syaraf dengan pendekata multisipliner (Pasiak, 2012: 132). Sementara itu, secara terminologi, neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi saintifik terhadap sistem saraf. Atas dasar ini, neurosains juga disebut ilmu yang mempelajari otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf belakang (Suyadi, 2014: 7).
Teori belajar neuroscience adalah teori belajar yang menekankan pada kinerja otak yaitu tentang bagaimana keseluruhan proses berfikir, proses berfikir juga mencakup hal yang luas dari proses berpikir tersebut menghasilkan pengetahuan, sikap, dan prilaku atau tindakan. Teori ini mempelajari mengenai otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf.
Tugas dari neural (neural science) adalah menjelaskan perilaku manusia dari sudut pandang aktivitas yang terjadi di otak. Bagaimana bisa-bisanya otak yang tersusun dari jutaan sel-sel saraf individual bisa menghasilkan perilaku dan bagaimana sel-sel ini juga terpengaruh oleh kondisi lingkungan.
Neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi sainstifik dari sistem saraf. Komunitas atau perkumpulan Neurosains sudah sejak lama sekali. Beberapa hal yang dipelajari meliputi struktur, fungsi, sejarah evolusi, pengembangan, genetika, biokimia, fisiologi, farmakologi, informatika, komputasi neurosains dan patologi dari sistem syaraf.
Saat ini neurosains sudah melibatkan beberapa eksperimental sainstifik sistematik dan investigasi teoritis atas sistem syaraf pusat dan parifel dari organisme biologik. Pada dasarnya, neurosains merupakan cabang ilmu biologi yang kemudian berkembang pesat bahkan melalui ekspansi ke berbagai disiplin ilmu lain, seperti psikologi (neurosains kognitif dan neurosains psikologi), biokimia, fisiologi, farmakologi, informatika, ilmu komputer, statistika, fisika dan kedokteran (Suyadi, 2014:7)
Secara umum, neurosains menakup semua bilang ilmu sainstifik yang terkait dengan sistem syaraf. Psikologi, sebagai studi sainstifik proses mental, dapat dianggap sebagai sub bidang neurosains, walaupun beberapa teori pikiran/tubuh tidak setuju dengan hal ini. Menurut mereka, psikologi adalah studi proses-proses mental yang dapat dimodelkan dengan berbagai macam prinsip dan teori abstrak, seperti perilaku dan kognitif tradisional, dan itu tidak terhubung dengan proses-proses syaraf. Istilah neurobiologi kadang dipakau sebagai ganti-nya sistem syaraf.
Neurolog dan Psikiater merupakan bidang khusus kedokteran yang secara spesifik mempelajari penyakit pada sistem syaraf. Istilah ini merujuk pada disiplin klinik yang menyangkut diagnosa dan perawatan dari penyakit. Neurologi berkaitan dengan penyakit sistem syaraf pusat dan perifal seperti ALS (Amyotrophic Lateral Sclerosis) dan Stroke, sedangkan Psikiater fokus pada penyakit mental.
Neurosains kognitif adalah sebuah bidang akademis yang mempelajari secara ilmiah substrat biologis dibalik kognisi (Gazzaniga et al, 2002), dengan fokus khusus pada substrat syaraf dari proses mental. Ia membahas pertanyaan bagaimana fungsi psikologis/kognitif dihasilkan oleh otak. Neurosains kognitif adalah cabang psikologi maupun neurosains, bertindihan dengan disiplin seperti psikologi fisiologis, psikologi kognitif dan neuropsikologi (Gazzaniga et al, 2002 : xv). Neurosains kognitif bertopang pada teori-teori dalam sains kognitif diselaraskan dengan bukti dari neuropsikologi dan pemodelan komputasional. Karena sifatnya yang multidisiplin, para ilmuan neurosains kognitif dapat memiliki bermacam latar belakang. Selain disiplin yang berkaitan di atas, ilmuan neurosains kognitif dapat berasal dari latar belakang neurobiologi, rekayasa biologi, psikiatri, neurologi, fisika, sains komputer, linguistik, filsafat dan matematika.
Pusat neurosains kognitif merupakan pandangan kalau fungsi kognitif tertentu berkaitan dengan daerah tertentu diotak. Pandangan ini muncul dari beragam teori. Gerakan frenologis gagal memasok landasan ilmiah untuk teori mereka dan telah ditolak. Walau begitu, asumsi utama frenologis kalau daerah tertentu masih berlaku, waktu pengukuran tengkorak masa kini dilakukan secara elektrofisiolog, dan apa yang diukur lebih berhubungan dengan otak daripada penampakan tengkorak luar.
Akar pertama neurosains kognitif berada pada frenologi, yang merupakan pendekatan pseudoilmiah yang mengklaim kalau perilaku dapat ditentukan oleh bentuk tulang. Pada awal abad ke-19, Franz Joseph Gall dan J.G Spurzheim percaya kalau otak manusia terlokalisasi dalam sekitar 35 bagian. Dalam bukunya, Gall mengklaim bahwa tojolan besar disalah satu bagian ini berarti daerah otak tersebut lebih sering digunakan oleh orang tersebut. Teori ini mendapat perhatatian publik, membawa pada publikasi jurnal frenologi dan menciptakan frenometer, yang mengukur tonjolan di kepala subjek manusia.
Piere Floures, seorang psikolgi ekperimental, adalah satu dari beberapa ilmuan yang menantang frenologis ini. Melalui studi pada kelinci dan merpati hidup, ia menemukan kalau lesi pada daerah tetentu diotak tidak merubah perilaku secara signifikan. Ia mengajukan teori kalau otak adalah sebuah medan agregat, yang berarti bahwa berbagai daerah diotak ikut serta dalam membentuk perilaku.
Studi yang dilakukan di Eropa oleh para ilmuan seperti Jhon Hughilings Jackson menyebabkan pandangan lokalisasionis mencul kembali pandangan pertama perilaku. Jackson mempelajari para pasien dengan kerusakan otak, khususnya epilepsi. Ia menemukan kalau pasien epileptik sering membuat gerakan otot klonik dan tonik yang sama pada saat kejang, membawa Jackson untuk percaya kalau itu pasti terjadi di lokasi yang sama pada setiap saat.
Tahun 1861, neurolog perancis Paul Borca menemukan orang yang mampu memahami bahasa namun tidak dapat berbicara. Orang ini hanya dapat mengahsilkan suara “tan”. Kemudian ditemukan kalau manusia ini memiliki kerusakan otak di lobus frontal kirinya yang disebut daerah Broca. Carl Wernicke, seorang neurolog jerman, menemukan pasien yang sama, kecuali pasien yang kali ini dapat berbicara dengan bak tapi tidak dapat mengerti. Pasien ini adalah korban dari stroke, dan tidak dapat memahami bahasa lisan maupun tulisan. Pasien ini memiliki lesi didaerah pertemuan lobus temporal dan parietal kiri, yang disebut daerah Wernicke.
Tahun 1870, dua orang ahli fisiologi Jerman, Eduard Hitzig dan Gustav Fritsch menerbitkan penemuan mereka tentang perilaku hewan. Hitzig dan Fritsch mengirim arus listrik lewat korteks serebral seekor anjing, dan menyebabkan anjing tersebut membuat karakteristik berdasarkan lokasi dimana arus tersebut diberikan. Karena berbagai daerah berbeda di otak menghasilkan gerakan yang berbeda, mereka menyimpulkan kalau perilaku tersebut berakar pada level seluler.
Pada awal abad 20, Santiago Ramon y Cajal dan Camillo Golgi mulai mempelajari struktur neuron. Golgi mengembangkan metode penandaan perak yang dapat sepenuhnya menandai beberapa sel daerah tertentu, membawanya pada keyakinan kalau neuron terkait langsung satu sama lain dalam satu sitoplasma. Cajal menantang pandangan ini karena daerah yang ditandai di otak memiliki myelin yang lebih sedikit dan menemukan kalau neuron adalah sel yang diskrit.
Bila kita tinjau ketika manusia dilahirkan manusia dianugrahi dengan otak yang sama, menurut Adi Gunawan (2006) otak terdiri dari sekitar satu triliun sel otak yang masing-masing terdiri dari sekitar seratus milyar sel otak active dan sisanya sekitar Sembilan ratus milyar adalah sel otak pendukung.  Namun mengapa tingkat kecerdasan manusia berbeda-beda itu disebabkan karena perbedaan dalam meningkatkan potensi yang telah dimiliki, kecerdasan manusia tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jumlah sel otak namun lebih kepada berapa banyak koneksi yang bisa terjadi antara masing-masing sel otak. Hal ini sangat penting terutama dalam proses belajar dan pembelajaran karena mampu atau tidaknya seseorang dalam menangkap informasi atau ilmu pengetahuan yang disampaikan ditentukan oleh kesiapan otak untuk menagkap informasi atau ilmu pengetahuan tersebut jika otak tidak siap maka proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi oleh karena itu disini penulis akan sedikit memaparkan tentang bagaimana teori kerja otak atau neurosciense.
1.      Struktur Otak
Seperti yang telah sedikit dikemukakan diatas bahwa otak manusia sangat luar biasa menurut Adi Gunawan (2006) otak memiliki sekitar satu triliun sel yang terdiri dari 100 milyar sel aktif dan 900 sel pendukung, masing-masing sel otak tersebut dapat membuat koneksi, Adi Gunawan (2006) mengungkapkan bahwa dari setiap sel otak kemungkinan dapat membuat koneksi antara 1 sampai 20.000. Koneksi sel otak tersebut hanya dapat terjadi apabila kita menggunakan dan melatih otak. Kemudian sebenanya otak manusia terdiri dari tiga bagian otak yaitu otak reptil, mamalia, dan neo kortex. Otak reptil memiliki peranan sebagai pengatur respon terhadap ancaman ataupun bahaya yang ada, dengan menggunakan pendekatan (Lari atau Lawan). Otak mamalia berfungsi mengatur kebutuhan akan keluarga, rasa memiliki, dan strata sosial otak bagian ini sangat berperan dalam pembelajaran. Dan yang terakhir bagian otak neo kortex bagian ini berkaitan langsung dengan otak mamalia hanya dapat digunakan untuk berfikir dalam keadaan tenang dan bahagia.
2.      Bagaimana Kerja Otak
Dalam teori belajar neuroscience sangat penting untuk kita memahami tentang bagaimana kerja otak kita atau bagaimana otak bekerja tujuanya adalah ketika kita memahami cara kerja otak maka kita dapat memaksimalkan potensi dari otak tersebut. Baiklah yang perlu kita ketahui adalah bahwa otak tidak bekerja sendiri namun otak bekerja dengan prinsip sirkuit atau jalur, maksudnya adalah setiap bagian otak saling membantu atau memberikan daya dan dukunganya mengumpulkan setiap data yang didapat sehingga membentuk satu kesatuan atau seperti menyambungkan sebuah puzzle sehingga tercipta satu kesatuan pengetahuan. Jika sirkuit tersebut tidak tercipta maka itu hanya seperti data yang berhamburan. Untuk membentuk suatu data menjadi sirkuit tersebut diperlukan rangsangan terus melalui mekanisme plastisitas otak yaitu kemampuan otak melakukan reorganisasi dalam bentuk adanya interkoneksi baru pada saraf. Berikut ini prinsip-prinsip dimana sirkuit otak mengikuti prinsip-prinsip tersebut :
a.       Prinsip resiprokal
b.      Hubungan bersifat konvergen atau divergen
c.       Susunan serial atau paralel atau keduanya
d.      Fungsi-fungsi spesifik
3.      Fungsi Belahan Otak Manusia
 Manusia memiliki dua belahan otak yakni otak kiri dan otak kanan dan yang baru-baru ini masih hangat di perbincangkan adalah otak tengah otak tengah berfungsi sebagai pengatur keseimbangan antara kedua belahan otak antara otak kiri dan otak kanan, namun kali ini penulis tidak akan membahas tentang otak tengah melainkan focus kepada otak kiri dan otak kanan karena kedua belahan otak tersebut masing-masing memiliki tanggung jawab dan karakteristik yang berbeda satu dengan yang lainya, oleh karena itu manusia memiliki kecenderungan hal ini sangat membantu dalam proses belajar atau pembelajaran dengan mengetahui kecenderungan tersebut maka seseorang dapat meningkatkan potensi yang ia miliki. Kecenderungan tersebut bias kepada otak kiri atau kepada otak kananya.
Berikut ini merupakan karakteristk dari masing-masing belahan otak :
Ø  Orang yang Dominan Otak Kirinnya
Orang yang cenderung dominan otak kirinya biasanya memiliki karakteristik pandai dan proses pemikiran logis, namun kurang pandai dalam hubungan sosial. Mereka juga cenderung memiliki telinga kanan lebih tajam, kaki dan tangan kanannya juga lebih tajam daripada tangan dan kaki kirinya. Kemampuan-kemampuan yang dimilikinya bersifat logis, analitis, realitas, factual, prosedural, praktis, danorganisatoris.
Ø  Orang yang Dominan Otak Kananya
Orang yang cenderung dominan otak kananya biasanya memiliki kepribadian orang yang pandai bergaul, namun mengalami kesulitan dalam belajar hal-hal yang teknis. Kemampuan-kemampuan yang dimilikinya bersifat konseptual, humanistis, visionary, emosional, spiritual,danintuitif.
Dari hal-hal diatas teori belajar neuroscience memerhatikan setiap kemampuan yang dimiliki oleh otak, karena otak tidak hanya memiliki gaya belajar tunggal penting untuk guru memahami cara kerja otak dan gaya belajar yang dihasilkan dari proses berpikir otak tersebut, sehingga pengoptimalan fungsi otak dapat tercapai dan menghasilkan SDM yang berkualitas yang dapat berdaya saing, terutama pada era global seperti sekarang ini.

B.       Implikasi Pembelajaran Neurosians
Pendidikan itu sendiri mempunyai jejak dalam neurosains, Jejak pendidikan dalam neurosains dapat diamati dalam upaya optimalisasi fungsi otak untuk mencerdaskan peserta didik. Pengembangan lebih lanjut dari jejak ini adalah ekspansi neurosains di bidang pendidikan yang menghasilkan teori-teori pembelajaran quantum. (Suryadi, 2012). Implikasi neuroscience dalam  pendidikan adalah sebagai berikut :
1.      Optimalisasi kecerdasan
Pendidikan sebaiknya mengembangkan kecerdasan melalui stimulasi otak untuk berpikir. Otak yang cerdas antara lain mampu menciptakan sesuatu yang baru, menemukan alternatif yang tak pernah dipikirkan orang, dan mengatasi masalah dengan elegan. Teknik stimulasi otak ini antara lain melalui pendidikan yang divergen dan eksploratif. Metode pengembangan tersebut telah dikembangkan para ahli. De Bono, misalnya, mengembangkan latihan otak yang disebut Lateral thinking; Bruner mengembangkan High Order Tthinking (HOT); Case, mengembangkan Problem solving; Gardner mengembangkan Multiple Intelligences; dan Goleman mengembangkan Emotional Intlligences.
2.      Keseimbangan fungsi otak kanan dan kiri
Otak kanan dan otak kiri memiliki fungsi yang berbeda. Oleh karena itu pendidikan hendaknya mengembangkan kedua belahan otak itu secara seimbang. Pembelajaran yang bersifat eksploratori dan divergen, lebih dari satu kemungkinan jawaban benar akan mengembangkan kedua belahan otak tersebut.
3.      Keseimbangan otak triune
Pendidikan harus mengembangkan secara seimbang fungsi otak atas, tengah dan bawah (logika, emosi, dan motorik) yang sering disebut juga head, heart, and hands. Hal itu sesuai dengan tujuan pendidikan nasional.
4.      Pengembangan motorik tangan
Keterampilan tangan manusia jauh lebih unggul dibanding binatang manapun. Gerak tangan ini dikoordinasikan oleh otak bagian frontal yang berkembang pesat. Koordinasi tangan ini sifatnya berkebalikan, di mana tangan kiri dikendalikan otak bagian kanan. Oleh karena itu tidak selayaknya kita melarang anak menggunakan tangan kirinya karena hal itu justru sedang mengembangkan otak kanannya.
5.      Pengembangan kemampuan berbahasa
Kemampuan ini dikontrol oleh pusat bahasa, yaitu pada lobus prefrontal. Oleh karena bahasa dan kognisi saling mendukung, maka kemampuan bahasa perlu dikembangkan sejak dini. Alat-alat tulis berbagai warna dan ukuran, tape dan berbagai suara dan lagu untuk anak-anak, buku-buku bacaan bergambar yang menarik, perlu digunakan.
6.      Multiple Intelligences (MI)
Pendidikan harus mempertimbangkan tipe kecerdasan anak tersebut, bakat, dan keinginannya. Guru harus menggunakan berbagai metode, media, dan objek belajar untuk mengembangkan kecerdasan yang beragam.
7.      Belajar sepanjang hayat
Otak dapat digunakan sepanjang hayat, bahkan akan terus berkembang kemampuannya jika digunakan. Sebaliknya, otak akan mereduksi dan cepat pikun jika tidak digunakan untuk berpikir. Oleh karena itu, belajar sepanjang hayat merupakan salah satu cara menjaga agar otak terus berfungsi dengan baik.
Dalam pandangan neuroscience, Otak manusia merupakan karunia Tuhan yang amat luarbiasa, yang memungkinkan manusia dapat berpikir, memiliki perasaan, dan menggunakan bahasa. Oleh karena itu perlu disyukuri dengan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Perkembangan otak dimulai saat bayi dalam kandungan. Berbagai faktor mempengaruhi perkembangan tersebut. Secara umum faktor tersebut ialah faktor genetik dan faktor lingkungan.
C.      Kelebihan dan Kelemahan Neurosains
Teori belajar Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai berikut :
Kelebihan nya
1.      Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.
2.      Memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam proses pembelajaran.
3.      Menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik dihormati dan didukung.
4.      Menghindar terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
5.      Dapat menggunakan berbagai model pembelajaran dalam mengaplikasikan teori ini.

Kekurangan nya
1.      Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui teori kinerja otak.
2.      Memerlukan waktu yang lama untuk memahami bagaimana otak kita bekerja.
3.      Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik bagi otak.
4.      Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajaran teori ini.


BAB III
PENUTUP

A.      Kesimpulan
Teori belajar neuroscience adalah teori belajar yang menekankan pada kinerja otak yaitu tentang bagaimana keseluruhan proses berfikir, proses berfikir juga mencakup hal yang luas dari proses berpikir tersebut menghasilkan pengetahuan, sikap, dan perilaku atau tindakan. Teori ini mempelajari mengenai otak dan seluruh fungsi-fungsi syaraf. Neurosains merupakan bidang ilmu yang mengkhususkan pada studi sainstifik dari sistem saraf. Hal ini sangat penting terutama dalam proses belajar dan pembelajaran karena mampu atau tidaknya seseorang dalam menangkap informasi atau ilmu pengetahuan yang disampaikan ditentukan oleh kesiapan otak untuk menagkap informasi atau ilmu pengetahuan tersebut jika otak tidak siap maka proses pembelajaran tidak akan pernah terjadi tentang bagaimana teori kerja otak atau neurosciense.
Implikasi neuroscience dalam  pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Optimalisasi kecerdasan
2. Keseimbangan fungsi otak kanan dan kiri
3. Keseimbangan otak triune
4. Pengembangan motorik tangan
5. Pengembangan kemampuan berbahasa
6. Multiple Intelligences (MI)
7. Belajar sepanjang hayat
Teori belajar Neurosains memiliki kelebihan dan kekurangan antara lain sebagai berikut :
Kelebihan nya
1.      Memberikan suatu pemikiran baru tentang bagaimana otak manusia bekerja.
2.      Memperhatikan kerja alamiah otak peserta didik dalam proses pembelajaran.
3.      Menciptakan suasana pembelajaran dimana peserta didik dihormati dan didukung.
4.      Menghindar terjadinya pemforsiran terhadap kerja otak.
5.      Dapat menggunakan berbagai model pembelajaran dalam mengaplikasikan teori ini.

Kekurangan nya
1.      Tenaga kependidikan di Indonesia belum sepenuhnya mengetahui teori kinerja otak.
2.      Memerlukan waktu yang lama untuk memahami bagaimana otak kita bekerja.
3.      Memerlukan biaya yang tidak sedikit dalam menciptakan lingkungan pembelajaran yang baik bagi otak.
4.      Memerlukan fasilitas yang memadai dalam mendukung praktek pembelajaran teori ini.